Skip to main content

2012-01-09 Kegagalan

Muhammad-Anis-Matta1.jpg

Jangan pernah menyangka bahwa  seorang pahlawan selalu meraih prestasi-prestasinya dengan  mulus,  atau  bahkan  tidak  pernah  mengenal  kegagalan.  Kesulitan-kesulitan adalah rintangan yang diciptakan oleh sejarah dalam perjalanan menuju kepahlawanan. Karena  itu,  peluang  kegagalan  sama  besarnya  dengan  peluang  keberhasitan.  “Kalau bukan karena kesulitan, maka semua orang akan jadi pahlawan.” kata seorang penyair Arab, Al Mutanabbi.

Membebaskan Konstantinopel bukanlah pekerjaan mudah bagi seorang pemuda berusia 23  lahun  setangguh  Muhammad  Al-Fatih  Murad.  Pembebasan  pusat  kekuasaan Imperium Romawi  itu, kata orientalis Hamilton Gibb, adalah mimpi delapan abad dari Kaum Muslimin. Semua serangan gagal meruntuhkan perlawanan kota itu di sepanjang abad-abad  itu.  Dan  serangan-serangan  awal  Muhammad  Al-Fatih  Murad  juga mengalami  kegagalan.  Kegagalan  itu  sama  dengan  kegagalannya  sebagai  pemimpin negara,  ketika  pada  usia  16  tahun  ayahnya menyerahkan  kekuasaan  kepadanya. Akan tetapi, bila Muhammad Al-Fatih kemudian berhasil merebut kota itu, kita memang perlu mencatat  pelajaran  ini:  “Bagaimana  seorang  pahlawan  dapat  melampaui  kegagalan-kegagalannya dan merebut takdirnya sebagai pahlawan?”

Rahasia pertama adalah mimpi yang tidak selesai. Kegagalan adalah perkara  teknis bagi  sang pahlawan. Kegagalan  tidak boleh menyentuh  setitik pun wilayah mimpinya. Mimpi  tidak  boleh  selesai  karena  kegagalan.  “Dan  tekad  seperti  ini  akan  merubah rintangan dan kesulitan menjadi sarana mencapai tujuan,” kata Said bin Al Musayyib.

Begitulah,  tekad  mereka  melampaui  kegagalan,  sampai  rintangan  yang  menghadang jalannya  tak  sanggup menatap mata  tekadnya, maka  ia  tunduk,  lalu memberinya  jalan menuju  penghentian  terakhir  dari  mimpinya.  “Kalau  tekad  seseorang  benar  adanya, maka jalan menuju tujuannya pastilah jelas,” kata pepatah Arab.

Rahasia  kedua  adalah  semangat  pembelajaran  yang  konstan.  Seorang  pahlawan tidak pernah memandang dirinya sebagai Superman atau Malaikat. Ia tetaplah manusia biasa.  Dan  kegagalan  merupakan  bagian  dari  tabiat  kehidupan  manusia,  maka  ia “memaafkan  ”  dirinya  untuk  kegagalan  itu. Namun,  ia  tidak  berhenti  sampai  di  situ. Kegagalan  adalah  objek  pengalaman  yang  harus  dipelajari,  untuk  kemudian  dirubah menjadi pintu kemenangan. Demikianlah seharusnya kita mendefenisikan pengalaman: bahwa ia adalah investasi pembelajaran yang membantu proses penyempurnaan seluruh faktor keberhasilan dalam hidup.

Rahasia  ketiga  adalah  kepercayaan  pada  waktu.  Setiap  peristiwa  ada  waktunya, maka  setiap  kemenangan  ada  jadwalnya.  Ada  banyak  rahasia  yang  tersimpan  dalam rahim sang waktu, dan biasanya  tidak  tercatat dalam kesadaran kita. Akan  tetapi, para pahlawan biasanya mempunyai cara  lain untuk mengenalinya, atau setidaknya meraba-rabanya,  yaitu  firasat.  Mereka  “memfirasati  zaman,”  walaupun  ia  mungkin  benar mungkin  salah,  tetapi  ia  berguna  untuk  membentuk  kecenderungannya.  Firasat  bagi mereka  adalah  faktor  intuitif  yang  menyempurnakan  faktor  rasional.  Perhitungan-perhitungan  rasional harus  tetap ada,  tetapi keputusan untuk melangkah pada akhirnya bersifat  intuitif.  Begitulah  akhirnya  takdir  kepahlawanan  terjembatani  dengan  firasat untuk sampai ke kenyataan.


sumber: hasanalbanna.id