2012-01-30 Saya Harus Mengislamkan Akidah Saya
Bagian pertama buku yang berjudul Apa Artinya Saya Mengaku Muslim ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi Muslim sejati.
Pengakuan sebagai Muslim bukanlah klaim terhadap pewarisan, bukan klaim terhadap suatu identitas, juga bukan klaim terhadap suatu penampilan lahir, melainkan pengakuan untuk menjadi penganut Islam, berkomitmen kepada Islam, dan beradaptasi dengan Islam dalam setiap aspek kehidupan.
Berikut ini akan kami jelaskan secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagaimana penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. (Al-Haj: 78)
Adapun karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang Muslim sejati adalah sebagai berikut.
Pertama: Saya Harus Mengislamkan Akidah Saya
Syarat pertama pengakuan sebagai Muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaknya akidah selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. Ia harus mengimani apa yang diimani oleh kaum Muslimin pertama, para salafusaleh, dan para imam yang telah diakui kebaikan, kesalehan, ketakwaan, dan pemahaman mereka yang lurus mengenai agama Allah Azza wa Jalla.
Untuk mengislamkan akidah saya, maka konsekuensinya adalah sebagai berikut :
- Saya harus meyakini bahwa pencipta ala mini adalah Allah Yang Hakim (Maha Bijaksana), Qadir (Maha Kuasa), Alim (Maha Tahu), dan Qayum (Selalu Mengurus Makhluknya) dengan bukti adanya keindahan, kesempurnaan, keserasian, dan ketergantungan sebagiannya kepada sebagian yang mustahil ia bisa bertahan dan terus ada yanpa dikendalikan oleh Tuhan Al-Aliy ) Yang Mahatinggi) dan Al-Qadir (Mahakuasa) ini.
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai ‘Arsy dari apa yang mereka sifatkan. (Al Anbiya’: 22)
- Saya harus mengimani bahwa Al-Khaliq (Sang Maha Pencipta) tidak menciptakan alam semesta ini secara sia-sia, karena tidak mungkin terjadi Dzat yang menyandang sifat kesempurnaan itu berbuat sia-sia dalam apa yang diciptakan-Nya. Namun, adalah mustahil untuk memahami kehendak Allah terhadap penciptaan ini secara perinci, kecuali melalui informasi dari Rasulullah Saw. dan wahyu.
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (Yang memounyai) ‘Arsy yang mulia (Al-Mukminun: 115-116).
- Saya harus meyakini bahwa Allah Swt. Telah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab untuk mengenalkan manusia kepada pengetahuan tentang Dia, tujuan penciptaan mereka, awal kejadian mereka, dan tempat kembali mereka. Yang terakhir diantara Rasul mulia tersebut adalah Muhammad Saw. yang telah dikuatkan oleh Allah Swt. dengan Al-Quranul Karim yang merupakan “Mukjizat Abadi”.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul di tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghul itu,” maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. (an-Nahl: 36)
- Saya harus meyakini bahwa tujuan keberadaan manusia ini adalah mengenal Allah Swt. (sebagaimana yang telah Ia sifatkan bagi Diri-Nya), menaati-Nya, dan beribadah kepada-Nya.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezki, Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kukuh. (Adz-Dzariat: 56-58)
- Saya harus meyakini bahwa balasan bagi orang mukmin yang taat adalah surge, sedangkan balasan bagi orang kafir yang bermaksiat adalah neraka.
Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka. (Asy-Syura: 7)
- Saya harus meyakini bahwa manusia melaksanakan kebajikan dan kejahatan dengan ikhtiar dan kehendaknya, akan tetapi ia tidak bisa melaksanakan kebaikan kecuali dengan taufik dan pertolongan Allah. Ia tidak melaksanakan kejahatan semata-mata karena paksaan dari Allah, akan tetapi dalam kerangka izin dan kehendak-Nya.
Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 7-10)
- Saya harus meyakini bahwa menetapkan syariat merupakan hak Allah yang tidak boleh dilanggar. Seorang ulama Muslim boleh beritjihad dalam menyimpulkan hokum dalam kerangka apa yang disyariatkan oleh Allah.
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nyalah aku bertawakal dan kepada-Nya-lah aku kembali. (Asy-Syura: 10)
- Saya harus mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah yang selaras dengan keagungan-Nya. Diriwayatkan dari Abu Huraira r.a. yang berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama –seratus kurang satu- tidak seorangpun menghafalnya kecuali ia masuk surge. Dia witir dan mencintai apa yang witir (ganjil) (HR. Bukhari Muslim)
- Saya harus bertafakur (merenungkan) mengenai ciptaan Allah, bukan mengenai Dzat-Nya, sebagai pelaksanaan sabda Rasulullah Saw.
Berpikirlah tentang ciptaan Allah, tetapi jangan berpikir tentang Allah, karena kalian tidak mungkin mengenal dengan sebenar-benar pengetahuan mengenai-Nya. (HR Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dan Al Ashbahani dalam At Targhib wa At Tarhib)
- Sifat-sifat Allah Swt. telah banyak diisyaratkan oleh ayat Alquranul Karim dan merupakan sifat yang dituntut oleh kesempurnaan uluhiyah (ketuhanan). Ada ayat-ayat yang mengisyaratkan sifat Baqa’ (Kekal) dan Qadim (Terdahulu) bagi Allah Swt. Ada ayat-ayat yang mengisyaratkan bahwa Allah berbeda dari semua huwadits (makhluk-makhluk-Nya). Ada ayat yang mengisyaratkan kemahasucian-Nya dari anak, bapak, serupaan, dan setaraan. Ada ayat-ayat yang mengisyaratkan sifat Qayum (selalu mengurusi makhluk) Allah Swt. serta tidak perlunya Ia kepada makhluk-Nya, sedangkan mereka membutuhkan-Nya. Ada ayat-ayat yang mengisyaratkan keesaan Allah dalam Dzat, sifat-sifat, perbuatan-perbuatan, dan tindakan-tindakan-Nya. Ada ayat-ayat yang mengisyaratkan qudrah (kekuasaan) dan keagungan Allah. Ada ayat-ayat yang mengisyaratkan keluasan ilmu Allah Swt. Ada ayat-ayat yang mengisyaratkan tentang kehendak Allah dan bahwa kehendak ini di atas semua kehendak. Ada ayat-ayat yang mengisyaratkan bahwa Allah bersifat Mahahidup. Ada pula ayat-ayat yang mengisyaratkan bahwa sifat-sifat dan kesempurnaan-kesempurnaan Allah Swt. tidak terbatas, dan subtansinya tidak bisa dipahami oleh akal manusia. Mahasuci Allah, kita tidak bisa menghitung pujian untuk-Nya seperti pujian yang Ia tujukan untuk diri-Nya sendiri. (Al-‘Aqaid, tulisan Al Imam Asy-Syahid (Hasan Al Banna) dan Al Qadhaya Al-Kuliyah lil I’tiqad, tulisan Abdul Khaliq.)Saya harus meyakini bahwa pendapat para salaf lebih utama untuk diikuti, khususnya dalam persoalan takwil dan ta’thil, serta menyerahkan pengetahuan mengenai makna-makna ini kepada Allah Swt. Juga bahwa berbagai takwil yang dikemukakan oleh orang-orang belakangan (khalaf) tidak harus dijatuhkannya vonis kafir atau fasik bagi mereka, dan tidak perlu menjadikan perselisihan panjang antara satu pihak dengan pihak lainnya sebagaimana terjadi pada masa dahulu maupun sekarang.
- Saya harus beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, sebagai bentuk sambutan kita terhadap seruan Allah untuk mengikuti risalah dan para rasul, yang menyerukan untuk beribadah hanya kepada-Nya dan tidak tunduk kepada selain-Nya.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut itu.” (An-Nahl: 36)
- Saya takut kepada-Nya dan tidak takut kepada selain-Nya. Rasa takutku kepada-Nya harus mendorongku untuk menjauhi apa yang dimurkai serta diharamkan-Nya.
Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (An-Nur: 52)
Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya, yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar (Al-Mulk: 12)
- Saya harus mengingat-Nya dan senantiasa mengingat-Nya. Diamku harus merupakan kegiatan berpikir dan bicaraku merupalan zikir.Dzikrullah Swt. merupakan penawaran jiwa yang paling kuatdan merupakan senjata yang paling tajam dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, kesusahan-kesusahan hidup, dan bencana-bencananya. Inilah yang dibutuhkan oleh semua manusia pada hari ini, Mahabenar Allah yang telah berfirman,
Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar Ra’ad: 28)
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Quran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapatkan petunjuk. (Az Zukhruf: 36-37)
Dr. Brill telah mengakui hal itu, ketika ia mengatakan, “Seorang agamis sejati tidak akan pernah menderita sakit jiwa sama sekali.” Dale Carnegie, seorang psikolog, mengatakan, “Para dokter jiwa mengetahui bahwa keimanannyang kuat dan keteguhan memegang ajaran agama memberikan jaminan untuk mengatasi kerisauan dan kegelisahan serta menyembuhkan berbagai macam penyakit.”
- Saya harus mencintai Allah dengan kecintaan yang menjadikan hatiku senantiasa merindukan keagungan-Nya, tertambat kepada-Nya, sehingga mendorongku untuk senantiasa menambah kebaikan, berkorban, dan berjihad di jalan-Nya selama-lamanya. Cinta saya tidak boleh dihalangi oleh kecintaan kepada kekayaan dunia atau keluarga, sebagai pelaksanaan dari firman-Nya,
Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At-Taubah: 24)
Juga karena saya sangat ingin memperoleh manisnya iman yang telah diisyaratkan oleh “Rasul Agung Saw.” dengan sabda beliau,
Ada tiga hal, siapa yang pada dirinya ada ketiga hal itu maka ia pasti mendapatkan kemanisan iman: hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain; hendaklah ia mencintai seseorang, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah; dan hendaklah ia membenci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia tidak suka untuk dilemparkan ke dalam neraka.”
- Saya harus bertawakal kepada Allah dalam segala keadaan dan menggantungkan diri kepada-Nya dalam segala urusan.
Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. (Ath-Thalaq: 3)
Ia juga merupakan salah satu hal paling indah yang telah dipesan oleh Rasul Saw. kepada kita,
Jagalah Allah, niscaya Ia menjagamu; jagalah Allah, niscaya kamu mendapati-Nya di hadapanmu; jika kamu meminta, maka mintalah kepada Allah; dan jika kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya seluruh umat ini berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis Allah untukmu; dan seandainya mereka berkumpul untuk menimpakan suatu mudarat kepadamu, niscaya mereka tidak dapat menimpakan mudarat apapun kepadamu kecuali dengan apa yang telah ditulis Allah akan menimpamu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. (HR. Tirmidzi)
- Saya harus bersyukur kepada Allah Swt. atas segala nikmat-Nya yang tak terhingga serta segala karunia dan rahmat-Nya yang tak terhitung. Syukur adalah salah satu sifat santun seseorang kepada Tuhan yang telah memberikan nikmat, kebaikan, dan karunia.
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia member kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur. (An-Nahl: 78)
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 34-35)
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang bersyukur untuk memberikan tambahan nikmat, sebagaimana Ia telah mengancam orang-orang ingkar untuk memberikan tambahan kerugian.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
- Saya harus beristigfar memohon ampunan Allah dan senantiasa beristigfar. Istigfar merupakan kafarah (hal yang menghapus dosa), memperbarui tobat dan iman, dan menumbuhkan perasaan tenang dan tenteram.
Dan barang siapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa’: 110)
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka. (Ali Imran: 135-136)
- Saya harus menyadari muraqabah (pengawasan) Allah Swt. baik dalam keadaan sendiri maupun berada di tengah-tengah manusia, dengan senantiasa mengingat firman Allah Swt.
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempat. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenanm. Dan tiadan(pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al Mujadilah: 7)
sumber: hasanalbanna.id