Skip to main content

Jangan Takut, Allah Bersama Kita

Para ulama mengatakan bahwa merasakan ma’iyyah atau kebersamaan Allah dalam kehidupan kita adalah bentuk dari iman. Sehingga semakin baik iman seseorang kepada Allah. Semakin baik yakin seseorang kepada Allah. Semakin kuat bersandarnya seseorang kepada Allah.Maka semakin kerasa ma’iyyah Allah dalam kehidupannya.

Apa arti ma’iyyah? Ma’iyyah itu artinya kebersamaan, itu merasakan bahwa Allah itu tidak jauh. Allah itu membersamai kita dalam segala urusan kita. Allah membersamai kita, ketika kita punya masalah sehingga Allah yang menolong. Allah membersamai kita, ketika kita sendiri sehingga Allah yang akan mengisi ruang berfikir kita dan rasa di hati kita. Allah membersamai kita, ketika kita kecewa atau sedih sehingga, Allah Subahanallahu Wa Ta‟ala akan menghibur kita.

Sehingga jika kita ingin menjalani hidup penuh dengan percaya diri, kita ingin menghilangkan rasa khawatir yang berlebihan. Kita ingin mengobati kecewa dan sedih kita tentang sesuatu. Belajarlah merasakan ma’iyyah Allah atau kehadiran Allah, kebersamaan Allah didalam hidup kita.

Coba kita renungkan kisah-kisah bentuk-bentuk ma’iyyah Allah dalam kehidupan orang-orang yang Allah ceritakan kisahnya di dalam Al-Quran. Misalnya ketika Allah Subahanallahu Wa Ta‟ala mengutus Nabi Musa untuk berdakwah kepada Fir‟aun di dalam surat Thaha atau di dalam surat Al-Qasas Allah menceritakan.

Di dalam surat Thaha, Allah ketika awal mengutus Nabi Musa untuk berdakwah kepada Fir‟aun. Allah mengatakan, “Laa takhofaa ini ma’akuma asma u wa’ aro. Jangan khawatir wahai Musa dan Harun sesungguhnya Aku bersama kalian berdua mendengar dan melihat.”

Artinya Allah terlibat di dalam segala urusan yang sedang dijalani oleh Nabi Musa dan Nabi Harun. Sehingga ketika Nabi Musa datang menghadapi Fir‟aun, Nabi Musa membawa modal itu. Bahwa dia tidak datang sendiri, dia tidak datang berdua dengan Harun, tetapi bertiga dengan Allah.

Jadi ketika kita merasakan ma’iyyah Allah, merasakan bahwa Allah membersamai kita. Kita ngga akan merasakan kesendirian lagi. Ada Allah bersama kita. Makanya ketika Musa datang menghadapi Fir‟aun yang menjadi raja paling kuat di muka bumi. Nabi Musa pede kenapa? Karna Nabi Musa datang kepada raja yang paling kuat di muka bumi, bersama dengan Raja Langit dan Bumi.

Sehingga ketika Fir‟aun mengancam Nabi Musa, Nabi Musa merasa ada Allah bersama dengannya. Nabi Harun merasa ada Allah bersama dengannya. Sehingga itulah yang menjadi kekuatan mereka berdua berdakwah kepada Fir‟aun. Dan benarlah, ma’iyyah kebersamaan Allah itu, Allah tunjukan dalam banyak mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Musa. Sejak pertama kali Fir‟aun menantang Nabi Musa untuk sihir, Allah menunjukan mukjizat ular kepada penyihir-penyihir Fir‟aun.

Kemudian Allah tunjukan mukjizat berupa belalang, kemudian rayap, kemudian kodok, kemudian berbagai macam jenis mukjizat yang Allah datangkan untuk memberi tahu kepada Fir‟aun bahwa Musa, tidak datang sendiri. Tapi Musa datang bersama Rabb-nya, Rabb-nya yang membersamai dia dalam setiap langkahnya.

Sampai puncaknya, ketika Nabi Musa dikejar oleh pasukan Fir‟aun. Lalu Nabi Musa bersama dengan pengikutnya terjebak dihadapan lautan dan dibelakang mereka ada musuh yang siap untuk membunuh dan membantai mereka. Tiba-tiba Bani Israil yang mengikuti Nabi Musa mengatakan, “Yaa Musa, bagaimana sekarang nasib kita. Kita sudah tidak tahu harus lari kemana. Kita ngga punya pilihan. Kita tinggal sendiri. Sebentar lagi Fir‟aun akan membantai kita dan kita tidak ada siapa-siapa yang menolong kita.”

Ketika orang-orang Bani Israil ketakutan dan mengeluh kepada beliau, apa jawaban Nabi Musa? “Kalla inna ma’iyyah rabbi sayahdin, sesungguhnya bersama dengan saya ada Rabb saya yang akan memberi jalan keluar atau petunjuk.”

Ini jawaban mantep banget dari mulutnya Nabi Musa yang mulia. Beliau yakin, Allah ngga pernah ninggalin beliau.

Sejak pertama beliau berangkat dari Mesir ke Madyan. Di Madyan, Allah menolong Nabi Musa kemudian Allah berikan kepada Nabi Musa keluarga dan tempat bernaung. Persis seperti Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad di dalam surat Ad-Dhuha “Alam yajidka yatiman fa awa wawajada ka dholan fahada, waawa jada ka’an illa faaghna.”

Nabi Musa merasakan betul ma’iyyah kebersamaan Allah sejak beliau bayi. Saat ibunya menghanyutkan beliau ke sungai Nil, kemudian beliau tinggal di dalam istana musuhnya, kemudian beliau diusir ke negeri Madyan. Kemudian sekarang beliau kembali ke Mesir untuk berdakwah kepada Fir‟aun. Nabi Musa yakin, Allah ngga pernah ninggalin beliau.

Sehingga ketika Bani Israil merasa galau, khawatir, takut, bingung. Mereka mengatakan, “Wahai Musa celaka kita, celaka kita, tidak ada yang menolong kita sekarang. Di depan kita ada lautan, dibelakang kita ada musuh”

Dengan tenang Nabi Musa mengatakan, “kalla.”

“Kalla” itu kalimat yang penuh percaya diri. Kalau hanya “la” masih ada sedikit rasa bimbang, tapi “kalla” itu sekali-kali tidak. Artinya percaya diri banget kita ngga mungkin celaka. Kita ngga mungkin dalam keadaan dibiarkan oleh Allah. “Kalla inna ma’iyyah rabbi sayahdin. Sesungguhnya bersamaku, ada Rabb-ku yang akan memberi jalan keluar dari masalah ini.”

Sehingga Allah Subahanallahu Wa Ta‟ala, memberikan wahyu kepada Nabi Musa untuk menghentakan tongkatnya di batu, tiba-tiba terbelahlah laut merah dan Allah memberi petunjuk kepada Nabi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang diantara dua laut yang sudah terbelah itu.

Inilah ma’iyyah. Inilah modal hidup kita. Sehingga kalau kita merasa hidup kita sendiri, lemah, bingung, tidak berdaya, ingat “Laa tahzan, innallaha ma’ana.” Belajarlah merasakan kebersamaan Allah dalam kehidupan kita. Bukankah itu yang dikatakan Nabi kepada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar mengatakan, “Yaa Rasulullah, di dalam gua Tsur kita hanya berdua ya Rasul, musuh kita banyak. Bagaimana ini?”

Abu Bakar khawatir, lalu Nabi mengatakan dengan tenang “Ma dzonuka bist nain yaa Aba Bakr, innallaha tsalistu huma, kenapa Engkau berfikir kita hanya berdua wahai Abu Bakar, bukankah Allah yang ketiga? Laa tahzan, innallaha ma’ana. Jangan khawatir, jangan takut, jangan sedih, Allah bersama kita.”

Maka temen-temen yang dimuliakan Allah, Laa tahzan. Kalau temen-temen merasa sendiri. Laa tahzan kalau temen-temen merasa ditinggalkan. Laa tahzan kalau temen-temen merasa lemah ngga berdaya. Rasakanlah bahwa Allah membersamai kita selama kita ada di jalan Allah dan terus berharap kepada Allah Subhanallahu Wa Ta‟ala. Laa tahzan, innallaha ma’ana, kalla inna ma’iyyah robbi sayahdin.